mUKa suRAt

Friday, November 18

Bermanfaatkah kita??

“أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس”

“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat”


Kita melihat banyak sekali kelebihan dan daya yang terpendam di dalam jiwa seseorang dan kita merasakan sumber-sumber kebaikan yang tersimpan dalam diri pemiliknya. Akan tetapi hal itu tidak menular kepada orang lain, tidak memberikan manfaat dan tidak pula menyumbangkan faedah. Bagaimana gambaran yang menyakitkan ketika engkau melihat seorang faqih (ahli fikih) berteman orang jahil yang tidak mengambil faedah apapun dari fikihnya, seorang qari (ahli baca al-Qur`an) yang ditemani orang yang ummi (tidak boleh baca tulis) yang tidak berguna baginya keindahan bacaannya, dan seorang ‘abid (ahli ibadah) yang berada di samping seorang yang fasik yang tidak menular sedikitpun dari keshalehannya. Dakwah itu sendiri merupakan manfaat yang bersifat umum, maka ketika Abu Dzarr masuk Islam, pembicaraan Rasulullah SAW bersamanya adalah sabda beliau kepadanya:

فَهَلْ أَنْتَ مُبَلِّغٌ عَنِّي قَوْمَكَ, لَعَلَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَنْفَعَهُمْ بِكَ وَيُأْجُرَكَ فِيْهِمْ

Apakah engkau bisa menyampaikan kepada kaum engkau tentang dakwahku, semoga Allah memberi manfaat kepada mereka dengan (dakwah) engkau, dan memberi pahala kepadamu pada mereka.”[1]

Tarbiyah pertama pembicaraan setelah beliau masuk Islam adalah tarbiyah berdakwah dan berusaha menyalurkan manfaatnya kepada orang lain.

Bapa saudara Jabir bin Abdullah meruqyah dari sengatan kalajengking, maka ia berkata,’Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melarang dari ruqyah dan sesungguhnya aku meruqyah dari sengatan kalajengking.’ Seolah-olah dia minta izin dalam hal itu. Maka Rasulullah SAW bersabda:

مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ

Barangsiapa yang boleh memberi manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya.’ [2]

Dan terkadang engkau menemukan sebagian orang yang enggan melakukan sesuatu yang tidak membahayakannya, padahal berguna bagi orang lain, karena hanya mengurus kepentingan pribadinya. Ini bukanlah sifat seorang muslim. Karena alasan itulah, Umar bin Kaththab ra mencela Muhammad bin Maslamah ra ketika ia menghalangi adh-Dhahhak ra bin Khalifah menggali saluran air yang mengalir ke tanahnya yang melalui tanah Muhammad bin Maslamah t, maka Umar berkata: ‘Kenapa engkau menghalangi sesuatu yang berguna untuk saudaramu, dan ia menjadi manfaat untukmu, engkau menyiram dengannya yang pertama dan terakhir, dan ia tidak membahayakanmu…demi Allah, ia pasti melaluinya sekalipun di atas perutmu.’[3]

Seorang muslim pada dasarnya selalu berusaha memberikan bantuan kepada yang memerlukannya, memberi nasehat kepada yang tidak mengetahuinya, memberi manfaat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan motivasi dan keinginan dari dirinya. Rasul kita Muhammad SAW mengatakan kepada bapa saudaranya Abbas bin Abdul Muththalib, ’Wahai pakcikku, bukankah aku mencintaimu? Bukankah aku memberikan manfaat kepadamu? Bukankah aku menyambung silaturrahim kepadamu?[4] Dan di antara wasiat Rasulullah saw kepada Abu Barzah ketika ia berkata kepada beliau: Wahai Rasululah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengannya Allah memberi manfaat kepadaku.’ Beliau bersabda:

اُنْظُرْ ماَيُؤْذِي النَّاسَ فَاعْتَزِلْهُمْ عَنْ طَرِيْقِهِمْ

Lihatlah sesuatu yang menyakiti manusia, maka singkirkanlah dari jalan mereka.’[5]

Bantuan seperti ini menambah sifat tawadhu’ dan menanamkan makna-makna kebaikan di dalam jiwa seorang da’i, serta menjadikan masyarakat di sekitarnya melihat semangat bekerja padanya dalam segala hal yang memberi manfaat atau menolak bahaya dari mereka.

Dan apabila seorang mukmin mengingat nikmat Allah kepadanya dengan memberi hidayah, merasakan manisnya iman dan kenikmatan taat, maka ia tidak akan kedekut dengan kata-kata yang baik (memberi nasehat dan dakwah), untuk menyelamatkan manusia yang masih belum merasakan seperti yang telah dia rasakan dan terhijab dari apa yang telah dia kenal. Karena itulah, Nabi SAW memberi perumpamaan dengan bumi yang subur, yang menerima hujan lalu menumbuhkan tanaman, maka beliau bersabda:

وَذلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِيْنِ اللهِ عز وجل وَنَفَعَهُ اللهُ عز وجل بِمَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ وَنَفَعَ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ…

Maka itulah perumpamaan orang paham terhadap agama Allah, dan Allah memberi manfaat kepadanya dengan ajaran yang Dia I mengutusku dengannya, mengambil manfaat dengannya, mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain)…”[6]


Seorang dai yang bersemangat adalah bumi subur yang menyerap kebaikan dan menyumbangkannya.

Dan Rasulullah tidak membiarkan kesempatan duduknya seorang anak laki-laki di belakangnya –seperti Ibnu Abbad tanpa memberikan manfaat kepadanya yang merupakan tarbiyah baginya dan mengisi waktu perjalanan, beliau bersabda kepadanya:

أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللهُ بِهِنَّ …احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ…

Wahai anakku, aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat (pesan) yang Allah I memberi manfaat kepadamu dengannya: Jagalah Allah I niscaya Dia I menjagamu…”[7]

Para sahabat juga mengikuti akhlak yang mulia ini, Abu Hurairah berkata kepada Anas bin Hakim, ‘Wahai anak muda, mahukah engkau kuceritakan kepadamu satu hadits, semoga Allah memberi manfaat kepadamu dengannya?…sesungguhnya yang pertama-tama manusia dihisab pada hari kiamat dari amal perbuatan mereka adalah shalat…”[8]

Memberikan manfaat kepada kaum kerabat lebih wajib dan lebih banyak pahalanya. Abu Qilabah berkata: ‘Laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya daripada seseorang yang memberi nafkah keluarganya yang kecil, membuat mereka bersikap ‘iffah atau Allah memberi manfaat kepada mereka dengannya, Allah menolong mereka dengan (perantaraan)nya dan Dia mencukupkan mereka.”[9]. Perhatian kepada kawan dan kerabat seperti ini menarik hati mereka dan menyambung tali silaturrahim, simbol keakraban, tanda cinta, bukti kasih sayang, terutama saat adanya anak-anak kecil dalam keluarga mereka, yang kehilangan perhatian, kasih sayang dan kebutuhan manusia yang terpenting.

Sesungguhnya pintu-pintu manfaat sangat banyak, Rasulullah SAW menggabungkannya dengan sabdanya:

عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ

“Setiap muslim harus bersedekah…”


Dan beliau SAW membuat beberapa contoh menurut kadar kemampuan seseorang:

فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ…فَيُعِيْنُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوْفِ

Maka ia bekerja dengan kedua belah tangannya, memberi manfaat kepada dirinya dan bersedekah…menolong orang yang sangat memerlukan…”

dan jika seorang mukmin tidak melakukan sedikitpun dari hal itu:

فَلْيُمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ

‘Maka hendaklah ia menahan diri dari berbuat kejahatan, maka hal itu menjadi sedekah baginya.”[10]


Ini adalah tingkatan memberi manfaat yang terendah, yang tidak pantas bagi seorang muslim lebih rendah darinya dan tidak wajar seorang da’i berada pada tingkatan itu.

Dan jihad adalah tingkatan memberi manfaat yang tertinggi dan ‘uzlah adalah yang paling rendah: seorang arab badawi bertanya: ‘Wahai Rasulullah, manusia apakah yang terbaik? Beliau menjawab:

رَجُلٌ جَاهَدَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ وَرَجُلٌ فِى شِعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ يَعْبُدُ رَبَّهُ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ

Seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya dan seseorang yang tinggal di salah satu lembah, menyembah Rabb-nya, dan meninggalkan manusia dari kejahatannya.”[11]

Dan orang yang berjihad, ia memberikan manfaat kepada manusia dengan pengorbanan jiwa dan hartanya, untuk menjaga mereka dan menakuti musuh mereka. Ini adalah kebaikan terbesar, dan manusia berbeza-beza dalam kebaikan di antara kedudukan pejuang (mujahid) dan orang yang ber’uzlah, yang menahan dirinya dari berbuat jahat kepada orang lain.

Di antara gambaran amaliyah untuk menciptakan manfaat bahwa engkau tidak membiarkan tanah yang engkau miliki menganggur, tanpa diurus atau ditanam, padahal engkau mempunyai saudara yang menganggur, yang mampu mengurus tanah itu dan mengambil manfaat dengannya. Dalam hal itu, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ لَمْ يَزْرَعْهَا فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ

Barangsiapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya. Apabila ia tidak dapat menanaminya, maka hendaklah ia meminta saudaranya untuk menanaminya.”[12]

Sangat banyak di kalangan kaum muslim yang mempunyai kemampun yang menganggur, kekayaan yang terpendam, dan energi yang terbuang percuma, dan kita tidak berfikir untuk memanfaatkannya, yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin. Apakah engkau memberikan sumbangan dengan ilmu pengetahuanmu, bersedekah dengan keringatmu, membantu dengan usahamu, agar engkau selalu termasuk dari orang yang dijadikan Allah sebagai kunci kebaikan, penutup keburukan, dan saat itulah kabar gembira untukmu adalah surga.

Dan Nabi SAW menjadikan seorang mukmin sebagai perumpamaan selalu memberi manfaat dengan pohon kurma karena selalu hijau dan boleh memberikan manfaat dengan semua yang ada padanya, beliau bersabda:

إِنِّي َلأَعْلَمُ شَجَرَةً يُنْتَفَعُ بِهَا مِثْلُ الْمُؤْمِنِ

Sesungguhnya aku mengetahui pohon yang diambil manfaat dengannya seperti seorang mukmin.’[13]

Dan seorang mukmin berusaha memberikan manfaat untuk manusia karena Allah , mengharap ridha-Nya, dan tidak dikuasai oleh perasaan peribadi atau posisi yang berbeza. Rabb mencela Abu Bakr saat ia bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada Misthah bin Utsatsah karena ikut serta dalam peristiwa ifki (berita bohong). Maka tatkala turun firman Allah :

وَلاَيَأْتَلِ أُولُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُوْلِى الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلاَتُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada.Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu ?Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. an-Nur:22)

Abu Bakar berkata: bahkan, demi Allah, sesungguhnya kami ingin agar Dia mengampuni kami. dan iapun memberikan manfaat kepada Misthah.

Apakah engkau ingin agar Allah mengampunimu, maka marilah terus menambah dalam berdakwah, memberi nasehat, faedah dan manfaat, memanfaatkan waktu dan kemampuan… maka sesungguhnya ia seperti yang disabdakan oleh Nabi SAW:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.”[14]

Kesimpulan:

1. Apabila seorang mukmin tidak memberikan manfaat, berarti kebaikannya tidak menjalar kepada orang lain.

2. Barangsiapa yang boleh memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia melakukannya.

3. Segera memberikan manfaat sebelum diminta.

4. Memanfaatkan semua kesempatan untuk menyampaikan kebaikan (berdakwah dan menyampaikan mesej Islam).

5. Manfaat yang paling wajib adalah untuk kaum kerabat.

6. Barangsiapa yang tidak mampu memberikan manfaat, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh untuk tidak membahayakan orang lain.

7. Manfaat yang paling tinggi adalah jihad dan yang terendah adalah ‘uzlah.

8. Perlu tingkatkan lagi usaha berdakwah, dengan menyebarkan kata-kata nasehat dan peringatan.

9. Gunakan segala kemampuan yang Allah kurniakan untuk Agama Allah dan dalam membantu perkembangan dakwah.

10. Manfaat menjadi dengan memberikan dukungan dengan harta dan kekuasaan (infaqkan untuk Islam).

11. Di antara karekteristik seorang mukmin adalah: kebaikannya saja yang selalu terus dirasakan dan banyak manfaatnya.

12. Yang bermanfaat adalah manusia yang terbaik.


Telah diedit semula dari sumber asal: Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah

si Penakluk Parsi -Abu Ubaidah-

Wajahnya selalu berseri. Matanya bersinar. Tubuhnya tinggi kurus. Bidang bahunya kecil. Setiap mata senang melihat kepadanya. Dia selalu ramah tamah, sehingga setiap orang merasa simpati kepadanya.

Di samping sifatnya yang lemah lembut, dia sangat tawadhu’ (rendah hati) dan sangat pemalu. Tetapi bila menghadapi suatu urusan penting, dia sangat cekatan ba gaikan singa jantan bertemu musuh.

Dialah kepercayaan ummat Muhammad. Namanya‘Amir bin ‘Abdillah bin Jarrah Al-Fihry Al-Qurasyi”, dipanggil “Abu ‘Ubaidah”;

‘Abdullah bin ‘Umar pernah bercerita tentang sifat sifat yang mulia, katanya: “Ada tiga orang Quraisy yang sangat cemerlang wajahnya, tinggi akhlak dan sangat pe malu. Bila berbicara, mereka tidak pernah dusta. Dan apabila orang berbicara kepada mereka, mereka tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu ialah: Abu Bakar Shiddiq, ‘Utsman bin ‘Affan, dan Abu ‘U’baidah bin Jarrah.”

Abu ‘Ubaidah termasük kelompok pertama masuk Islam. Dia masuk Islam ditangan Abu Bakar Shiddiq, sehari sesudah Abu Bakar masuk Islam. Waktu itu beliau menemui Rasulullah saw. bersama-sama dengan ‘Abdur Rah man bin ‘Auf, ‘Utsman bin Mazh’un dan Arqam bin Abi Arqam untuk mengucapkan syahadat di hadapan beliau. Kerana itu mereka tercatat sebagai tiang-tiang pertama dalam pembangunan mahligai Islam yang agung dan indah.

Dalam kehidupannya sebagai muslim, Abu ‘Ubaidah mengalami masa penindasan yang keras dan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin di Makkah, sejak permulaan sampai akhir. Dia turut menderita bersama-sama kaum muslimin yang mula-mula, merasakan tindakan kekerasan, kesulitan dan kesedihan, yang tak pernah dirasakan oleh pengikut agama-agama lain di muka bumi ini. Walaupun beqitu, dia tetap teguh menerima segala macam cobaan. Dia tetap setia dan membenarkan Rasulullah pada setiap situasi dan kondisi yang berubah-ubah.

Bahkan ujian yang dialami Abu ‘Ubaidah dalam perang Badar, melebihi segala macam kekerasan yang pernah kita alami.

Abu ‘Ubaidah turut berperang dalam perang Badar. Dia menyusup ke barisan musuh tanpa takut mati Tetapi tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan mengejarnya kemana dia lari. Terutama seorang laki-laki, mengejar Abu ‘Ubaidah dengan sangat beringas kemana saja. Tetapi Abu ‘Ubaidah selalu menghindar dan menjauhkan diri untuk bertarung dengan orang itu. Orang itu tidak mahu berhenti mengejarnya.

Setelah lama berputar-put akhirnya Abu ‘Ubaidah terpojok. Dia waspada menunggu orang yang mengejarnya.

Ketika orang itu tambah dekat kepadanya, dalam posisi yang sangat tepat, Abu ‘Ubaidah mengayunkan pedangnya tepat di kepala lawan. Orang itu jatuh terbanting dengan kepala belah dua. Musuh itu tewas seketika dihadapan Abu ‘Ubaidah. Siapakah lawan Abu ‘Ubaidah yang sangat beringas itu?

Di atas telah dikatakan, tindak kekerasan terhadap kaum muslimin telah melampaui batas. Mungkin Anda ternganga bila mengetahui musuh yang tewas di tangan Abu ‘Ubaidah itu tak lain ialah “Abdullah bin Jarrah” ayah kandung Abu ‘Ubaidah.

Abu ‘Ubaidah tidak membunuh bapaknya. Tetapi membunuh kemuysrikan yang bersarang dalam pribadi bapaknya. Berkenaan dengan kasus Abu ‘Ubaidah tersebut, Allah swt. berfirman sebagai tersebut

“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, saling berkasih-sa yang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahawa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadalah: 22)

Ayat di atas tidak menyebabkan Abu ‘Ubaidah membusungkan dada. Bahkan menambah kokoh imannya kepada Allah dan ketulusannya terhadap agama. Orang yang mendapat gelar ‘kepercayaan ummat Muhammad” ini ternyata menarik perhatian orang-orang besar, bagaikan besi berani menarik logam di sekitarnya.

Muhammad bin Ja’far menceritakan, “Pada suatu ketika para utusan kaum Nasrani datang menghadap kepada Rasulullah. Kata mereka, “Ya, Aba Qasim! Kirimlah bersama kami seorang sahabat Anda yang Anda pandang cakap menjadi hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang ditetapkan kaum muslimin.”

Jawab Rasulullah, ‘Datanglah nanti petang, saya akan mengirimkan bersama kalian “orang kuat yang terpercaya”

Kata ‘Umar bin Khaththab, “Saya pergi shalat Zhuhur lebih cepat dan biasa. Saya tidak ingin tugas itu diserahkan kepada orang lain, kerana saya ingin mendapatkan gelar “orang kuat terpercaya”. Sesudah selesai shalat Zhuhur, Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Saya agàk menonjolkan diri supaya Rasulullah melihat saya. Tetapi beliau tidak melihat lagi kepada kami. Setelah beliau melihat Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, beliau memanggil seraya berkata kepadanya, ‘Pergilah engkau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka perselisihkan.”

Maka pergilah Abu ‘Ubaidah dengan para utusan Nasrani tersebut, menyandang gelar “orang kuar yang terpercaya”.

Abu ‘Ubaidah bukanlah sekedar orang kepercayaan semata-mata. Bahkan dia seorang yang berani memikul kepercayaan yang dibebankan kepadanya. Keberan itu ditunjukkannya dalam berbagai peristiwa dan tugas yang dipikulkan kepadanya.

Pada suatu hari Rasulullah saw. mengirim satu pasukan yang terdiri dari para sahabat untuk menghadang kafilah Quraisy. Beliau mengangkat Abu ‘U,baidah menjadi kepala pasukan, dan membekali mereka hanya dengan sekarung kurma. Tidak lebih dri itu.

Kerana itu Abu ‘Ubaidah membagi-bagikan kepada para prajuritnya sehari sebuah kurma bagi seorang. Mereka mengulum kurma itu seperti menghisap gula-gula. Sesudah itu mereka minum. Hanya begitu mereka makan untuk beberapa hari.

Waktu kaum muslimin kalah dalam perang Uhud, kaum musyrikin sedemikian bernafsu ingin membunuh Rasulullah saw. Waktu itu, Abu ‘Ubaidah termasuk sepuluh orang yang selalu membentengi Rasulullah. Mereka mempertaruhkan dada mereka ditembus panah kaum musyrikin, demi keselamatan Rasulullah saw. Ketika pertempuran telah usai, sebuah taring Rasulullah ternyata patah. Kening beliau luka, dan di pipi beliau tertancap dua mata rantai baju besi beliau. Abu Bakar menghampiri Rasulullah hendak mencabut kedua mata rantai itu dan pipi beliau.

Kata Abu ‘Ubaidah, “Biarlah saya yang mencabut nya!”

Abu Bakar menyilakan Abu ‘Ubaidah. Abu ‘Ubaidah kuatir kalau Rasulullah kesakitan bila dicabutnya dengan tangan. Maka digigitnya mata rantai itu kuat-kuat de ngan giginya lalu ditariknya. Setelah mata rantai itu tercabut, gigi Abu ‘Ubaidah tanggal satu. Kemudian digigit nya pula mata rantai yang sebuah lagi. Setelah tercabut, gigi Abu ‘Ubaidah tanggal pula sebuah lagi.

Kata Abu Bakar, “Abu ‘Ubaidah orang ompong yang paling cakap.”

Abu ‘Ubaidah selalu mengikuti Rasulullah berperang dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau, sampai beliau wafat.

Dalam musyawarah pemilihan Khalifah yang pertama (Yaumu s-saqifah), ‘Umar bin Khaththab mengulurkan tangannya kepadà Abu ‘Ubaidah seraya berkata, “Saya memilih Anda dan bersumpah setia dengan Anda. Kerana saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:.

“Sesungguhnya tiap-tiap ummat mempunyai orang dipercayai. Orang yang paling dipercaya dan ummat ini adalah Anda (Abu ‘Ubaidah).”

Jawab Abu ‘Ubaidah, “Saya tidak mahu mendahului orang yang pernah disuruh Rasulullah untuk mengimami kita shalat sewaktu beliau hidup (Abu Bakar). walaupun sekarang beliau telah wafat, marilah kita imamkan juga dia.”

Akhirnya mereka sepakat memilih Abu Bakar inenjadi Khalifah Pentama, sedangkan Abu ‘Ubaidah menjadi penasihat dan pembantu utama bagi Khalifah.

Setelah Abu Bakar, jabatan khalifah pindah ke tangan ‘Umar bin Khatthab Al-Faruq. Abu ‘Ubaidah selalu dekat dengan ‘Umar dan tidak pernah membangkang perintahnya, kecuali sekali. Tahukah Anda, perintah Khalifah ‘Umar yang bagaimanakah yang tidak dipatuhi Abu Ubaidah?

Peristiwa itu terjadi ketika Abu ‘Ubaidah bin Jarrah memimpin tentara muslimin menaklukkan wilayah Syam (Syria). Dia berhasil memperoleh kemenangan demi ke menangan berturut-turut, sehingga seluruh wilayah Syam takluk ke bawah kekuasaannya sejak dan tepi sungai Furat di sebelah Timur sampai ke Asia Kecil di sebelah Utara

Sementara itu, di negeri Syam berjangkit penyakit menular (Tha’un) yang amat berbahaya, yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga korban berjatuhan. Khalifah ‘Umar datang dan Madinah , sengaja hendak menemui Abu ‘Ubaidah. Tetapi ‘Umar tidak dapat masuk kota kerana penyakit yang sedang mengganas itu. Lalu ‘Umar menulis surat kepada Abu ‘Ubaidah sebagai berikut:

“Saya sangat penting bertemu dengan Saudara. Tetapi saya tidak dapat menemui Saudara kerana wabak penyakit sedang berjangkit dalam kota. Kerana itu bila surat ini sampai ke tangan Saudara malam hari, saya harap Saudara berangkat menemui saya di luar kota sebelum Subuh. Dan bila surat ini sampai ke tangan siang hari, saya harap Saudara berangkat sebelum hari petang.”

Setelah surat Khalifah tersebut dibaca Abu ‘Ubaidah, dia berkata, “Saya tahu maksud Amirul Mu’minin memanggil saya. Beliau ingin supaya saya menyingkir dari pe nyakit yang berbahaya ini.”

Lalu dibalasnya surat Khalifah, katanya;

“Ya, Amirul Mu’minin! Saya mengerti maksud Khalifah memanggil saya. Saya berada di tengah-tenciah tentara muslimin, sedang bertugas memimpin mereka. Saya tidak ingin meninggalkan mereka dalam bahaya yang mengancam hanya untuk menyelamatkan diri sendiri. Saya tidak ingin berpisah dengan mereka, sehingga Allah memberi keputusan kepada kami semua (selamat atau binasa). Maka bila surat ini sampai ke tangan Anda, ma’afkanlah saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda, dan beri izinlah saya untuk tetap tinggal bersama-sama mereka.”

Setelah Khalifah ‘Umar selesai membaca surat tersebut, beliau menangis sehingga air matanya meleleh ke pipinya. Kerana sedih dan terharu melihat Umar menangis, maka orang yang disamping beliau bertanya, “Ya, Amiral Mu’ minin! Apakah Abu ‘Ubaidah wafat?”

“Tidak!” jawab ‘Umar. “Tetapi dia berada di ambang kematian.”

Dugaan Khalifah tersebut tidak salah. Kerana tidak lama sesudah itu Abu ‘Ubaidah terserang wabak yang sangat berbahaya. Sebelum kematiannya Abu ‘Ubaidah berwasiat kepada seluruh prajuritnya:

“Saya berwasiat kepada Anda sekalin. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat dari jalan yang baik, dan senantiasa berada dalam bahagia.

“Tetaplah menegakkan shalat. Laksanakan puasa Ramadhan. Bayar sedekah (zakat). Tunaikan ibadah haji dan ‘umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama ka lian. Nasihati pemerintah kalian, jangan dibiarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia.

Walaupun seseorang bisa berusia panjang sampai senibu tahun, namun akhinnya dia akan menjumpai kematian seperti yang kalian saksikan ini.

“Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…” Kemudian dia menoleh kepada Mu’adz bin Jabal.

Katanya, “Hai, Mu’adz! Sekarang engkau menjadi Imam (Panglima)!” Tidak lama kemudian, ruhnya yang suci berangkat ke rahmatullah. Dia telah tiada di dunia fana. Jasadnya tidak lama pula habis dimakan masa. Tetapi amal pengorbanannya akan tetap hidup selama-lamanya.

Mu’adz bin Jabal berdiri di hadapan jama’ahnya, lalu dia berpidato:

“Ayyuhannaas! (Hai sekalian manusia!) Kita semua sama-sama merasa sedih kehilangan dia (Abu ‘Ubaidah). Demi Allah! Saya tidak melihat orang yang lapang dada melebihi dia. Saya tidak melihat orang yang lebih jauh dan kepalsuan, selain dia. Saya tidak tahu; kalau ada orang yang lebih menyukai kehidupan akhirat melebihi dia. Dan saya tidak tahu, kalau ada orang yang suka memberi nasihat kepada umum melebihi dia. Kerana itu marilah kita memohon rahmat Allah baginya, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pula kepada kita semua.

Amin!!

Friday, October 21

LAMPU LILIN YANG KIAN MALAP

usang dan berhabuk. itulah perkataan tepat untuk menggambarkan betapa lamanya aku tidak mencoret di sini. nak di kata sibuk, hmm... apakah dakwah yang telah aku lakukan sehingga aku tiada masa mengenyah tulisan di sini...

baru tersedar dari lamunan,, seperti tidak cukup masa untuk membuat segalanya, bila berfikir mengenai dakwah kepada orang sekeliling, dakwah kepada non muslim, dakwah kepada mereka yang dikenali, seperti mahu semput. kerna batasan waktu yang sangat singkat... hidup yang semakin singkat...

adakah aku terlalu memikirkan perkara - perkara furuq sehingga lupa agenda besar kehidupan manusia ini di dunia?

atau aku leka dengan nikmat dunia sehingga alpa dengan kemewahan Nya??

subhanaALLAH....

MUNGKIN patut kembali kepada fitrah...

TUJUAN MANUSIA ITU HIDUP HANYA SEMATA KERANA ALLAH!!!







bila matlamatnya hanya di sandar kerana Allah, maka apa jua perkara, helaan nafas, degupan jantung kita, kita sandarkan hanya keranaNya....

lemah macam mana pun kita, dangkal bagaimana pun akal kita, biarlah di sisa - sisa hidup ini, masih lagi berbakti dengan Nya, dengan AgamaNya

aku
lampu lilin yang kian malap...
menunggu - nunggu seruan illahi...
memanggilku pergi dari dunia ini...

tapi terdetak dalam hati ini..
sanggupkah untuk aku berjumpa denganNya?
bersediakan aku mempersembahkan segala kepadaNya??

apa yang aku ada?
persembahan yang bagaimana aku dapat beri???

terdetik lagi dalam hati...
sepintas mana aku ingat kepadaNya?
sekerap Dia ingat pada hambaNya?
atau sejarang manusia ingat kematiannya??

hidup aku yang kian berakhir....
bagai lampu lilin yang kian malap...
berapa banyak manusia yang pernah aku jumpa
untuk aku katakan islam kepadanya???

berapa banyak manusia yang aku pernah berjumpa
untuk aku katakan Allah sayang padanya??

juga...
berapa ramai insan telah aku jumpa
untuk aku mengkaderkan dan mengislamkannya??

serta...
berapa ramai manusia yang pernah berjumpa aku
dan menginginkan islam atas redha Allah kepadaku??

ya ALLAH!!!
andai selama ini nikmat yang KAU beri menjadikan aku alpa dan lalai dariMU
ambillah ya Allah!! ambillah!!
apa yang aku perlukan hanyalah REDHA DAN RAHMAT MU!!

Bagaimana aku tegar untuk berjumpaMu
dengan keadaan aku sebegini!!

subhanaAllah,
ya Allah,,, sayang nya Engkau kepada hambamu yang hina ini...


Thursday, June 16

Amaran buat H.A.T.I

AMARAN BUAT H.A.T.I

cuti semester sudah satu bulan berlalu,
wahai HATI,
bagaimanakah keadaanmu?


masih seperti dahulu?
atau....
semakin bersih?
atau....
semakin kotor?


apakah yang telah dilakukan oleh Pemegang amanah H.A.T.I. ini?
apakah amalah yang sering dilakukan olehnya sepanjang masa ini?
apakah yang dilakukan olehnya untuk menjaga mu WAHAI H.A.T.I?

WAHAI HATI tempat jatuhnya pandangan ILAHI...
cuti ini bukan bererti cuti untuk mencuci hati
cuti ini bukan bermaksud masa untuk menghitam hati
menghabis masa melakukan perkara yang boleh mengotorkan hati

tapi...
mungkin cuti inilah satu peluang untuk HATI ini dicuci
peluang untuk HATI ini di gilap dan di jaga rapi

kerna..
kita hanyalah peminjam pada HATI ini...
hanya DIA lah pemilik hati
bagi orang - orang mukmin..

wahai HATI yang aku sayangi kerana Ilahi...
berilah peringatan pada diri si peminjam HATI ini,
untuk mengingati amaran dan pesanan Ilahi:

"Sebenarnya ayat - ayat Kami tiada cacatnya, bahkan mata hati mereka sudah diselaputi kotoran dosa dengan sebab perbuatan kufur dan maksiat yang mereka kerjakan"
(surah al-Muthaffifiin, ayat 14)

juga amaran keras dari Allah pada hati - hati yang keras lagi kotor

"Kemudian selepas itu, hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Pada hal antara batu-batu itu ada yang terpancar dan mengalir sungai daripadanya dan ada pula antaranya yang pecah-pecah terbelah lalu keluar mata air daripadanya. Dan ada juga antaranya yang jatuh ke bawah kerana takut kepada Allah sedang Allah tidak sekali-kali lalai daripada apa yang kamu kerjakan."
(Surah al-Baqarah ayat 74)


Wahai hati yang aku kasihi
hati yang mati menurut Syeikh Ibrahim Adham itu banyak

* Mengaku kenal Allah SWT, tetapi tidak menunaikan hak-hak-Nya.
* Mengaku cinta kepada Rasulullah s.a.w., tetapi mengabaikan sunnah baginda.
* Membaca al-Quran, tetapi tidak beramal dengan hukum-hukum di dalamnya.
* Memakan nikmat-nikmat Allah SWT, tetapi tidak mensyukuri atas pemberian-Nya.
* Mengaku syaitan itu musuh, tetapi tidak berjuang menentangnya.
* Mengaku adanya nikmat syurga, tetapi tidak beramal untuk mendapatkannya.
* Mengaku adanya seksa neraka, tetapi tidak berusaha untuk menjauhinya.
* Mengaku kematian pasti tiba bagi setiap jiwa, tetapi masih tidak bersedia untuknya.
* Menyibukkan diri membuka keaiban orang lain, tetapi lupa akan keaiban diri sendiri.
* Menghantar dan menguburkan jenazah/mayat saudara se-Islam, tetapi tidak mengambil pengajaran daripadanya.

Mohon petunjuk dan redha Allah untuk kita sama - sama berusaha menjaga H.A.T.I. dari mati
kerna hati inilah menjadi titik mula kita jatuh cinta padaNya
jadi titik temu antara kita dengan Nya

Rasulullah Di hari KEBANGKITAN (LAST PART)

UMAT NABI MUHAMMAD DISERU MENYEBERANG TITIAN SIRAT


Allah Taala menyeru: “Wahai Muhammad! Bawalah umatmu untuk dihisab dan lintaskan mereka di atas Sirat yang dilebarkan. Panjangnya sejauh 500 tahun perjalanan.”

Malaikat Malik berdiri di pintunya (neraka). Dia menyeru: “Wahai Muhammad! Sesiapa yang datang dari umatmu dan bersamanya ada perlepasan dari Allah Taala, maka dia akan terselamat. Sekiranya sebaliknya maka, dia akan terjatuh di dalam neraka. Wahai Muhammad! Katakan kepada orang yang diringankan agar berlari! Katakan kepada orang yang diberatkan agar berjalan!”

Nabi Muhammad SAW bersabda kepada malaikat Malik: “Wahai Malik! Dengan kebenaran Allah Taala ke atasmu, palingkanlah wajahmu dari umatku sehingga mereka dapat melepasi! Jika tidak, hati mereka akan gementar apabila melihatmu.”

Malaikat Malik memalingkan mukanya dari umat Nabi Muhammad SAW. Umat Nabi Muhammad SAW telah di pecahkan kepada sepuluh kumpulan. Nabi Muhammad SAW mendahului mereka lalu bersabda kepada umatnya: “Ikutlah aku wahai umatku di atas Sirat ini!”

Kumpulan pertama berjaya melintasi seperti kilat yang memancar. Kumpulan kedua melintasi seperti angin yang kencang. Kumpulan ketiga melintasi seperti kuda yang baik. Kumpulan yang keempat seperti burung yang pantas. Kumpulan yang kelima berlari. Kumpulan keenam berjalan. Kumpulan ketujuh berdiri dan duduk kerana mereka dahaga dan penat. Dosa-dosa terpikul di atas belakang mereka.

Nabi Muhammad SAW berhenti di atas Sirat. Setiap kali, baginda SAW melihat seorang dari umatnya bergayut di atas Sirat, baginda SAW akan menarik tangannya dan membangunkan dia kembali. Kumpulan kelapan menarik muka-muka mereka dengan rantai kerana terlalu banyak kesalahan dan dosa mereka. Bagi yang buruk, mereka akan menyeru: “Wahai Muhammad SAW!”

Nabi Muhammad SAW berkata: “Tuhan! Selamatkan mereka! Tuhan! Selamatkan mereka!

Kumpulan ke sembilan dan ke sepuluh tertinggal di atas Sirat. Mereka tidak diizinkan untuk menyeberang. Dikatakan bahawa, di pintu syurga, ada pokok yang mempunyai banyak dahan. Bilangan dahannya tidak terkira melainkan Allah Taala sahaja yang mengetahui. Di atasnya ada kanak-kanak yang telah mati semasa di dunia ketika umur mereka dua bulan, kurang dan lebih sebelum mereka baligh. Apabila mereka melihat ibu dan bapa mereka, mereka menyambutnya dan mengiringi mereka memasuki syurga. Mereka memberikan gelas-gelas dan cerek serta tuala dari sutera. Mereka memberi ibu dan bapa mereka minum kerana kehausan kiamat. Mereka memasuki syurga bersama-sama.

Hanya tinggal, kanak-kanak yang belum melihat ibu dan bapa mereka. Suara tangisan mereka semakin nyaring.
Mereka berkata: “Aku mengharamkan syurga bagi diriku sehingga aku melihat bapa dan ibuku.”

Kanak-kanak yang belum melihat ibu dan bapa mereka telah berkumpul. Mereka berkata: “Kami masih di dalam keadaan yatim di sini dan di dunia.”

Malaikat berkata kepada mereka: “Bapa-bapa dan ibu-ibu kamu terlalu berat dosa mereka. Mereka tidak diterima oleh syurga akibat dosa mereka.”

Mereka terus menangis malah lebih kuat dari sebelumnya lalu berkata: “Kami akan duduk di pintu syurga moga-moga Allah Taala mengampuninya dan menyatukan kami dengan mereka.”

Demikianlah! Orang yang melakukan dosa besar akan dikurung di tempat pembalasan yang pertama oleh mereka iaitu Sirat. Ia dipanggil “Tempat Teropong.” Kaki-kaki mereka akan tergantung di Sirat.

Nabi Muhammad SAW melintasi Sirat bersama orang-orang yang soleh di kalangan yang terdahulu dan orang yang taat selepasnya. Di hadapannya, ada bendera-bendera yang berkibaran. Bendera Kepujian berada di atas kepalanya.

Apabila bendera baginda menghampiri pintu syurga, kanak-kanak akan meninggikan tangisan mereka. Rasulullah SAW bersabda:
“Apa yang berlaku pada kanak-kanak ini?” Malaikat menjawab: “Mereka menangis kerana berpisah dengan bapa dan ibu mereka. “Nabi SAW bersabda: “Aku akan menyelidiki khabar mereka dan aku akan memberi syafaat kepada mereka, Insya Allah.”

Nabi Muhammad SAW memasuki syurga bersama umatnya yang berada di belakang. Setiap kaum akan kekal didalam rumah-rumah mereka. Kita memohon kepada Allah Taala agar memasukkan kita di dalam keutamaan ini dan menjadikan kita sebahagian daripada mereka.

Thursday, May 12

Rasulullah Di hari KEBANGKITAN (PART 2)

Rasulullah SAW Membela Umatnya

Di padang mahsyar orang yang mula-mula berusaha ialah nabi Ibrahim as. Baginda bergantung dengan asap Arsy yang naik lalu menyeru: “TuhanKu dan Penguasaku! Aku adalah khalilMu Ibrahim. Kasihanilah kedudukanku pada hari ini! Aku tidak meminta kejayaan Ishak dan anakku pada hari ini.”

Allah Taala berfirman: “Wahai Ibrahim! Adakah kamu melihat Kekasih mengazab kekasihnya.”

Nabi Musa as datang. Baginda bergantung dengan asap Arsy yang naik lalu menyeru: “KalamMu. Aku tidak meminta kepadaMu melainkan diriku. Aku tidak meminta saudaraku Harun. Selamatkanlah aku dari kacau bilau Jahanam!”

Isa as datang di dalam keadaan menangis. Baginda bergantung dengan Arsy lalu menyeru: “Tuhanku... Penguasaku.. Penciptaku! Isa roh Allah. Aku tidak meminta melainkan diriku. Selamatkanlah aku dari kacau bilau Jahanam!”

Suara jeritan dan tangisan semakin kuat. Nabi Muhammad SAW menyeru: “Tuhanku.. Penguasaku Penghuluku.... !Aku tidak meminta untuk diriku. Sesungguhnya aku meminta untuk umatku dariMu!”

Ketika itu juga, neraka Jahanam berseru: “Siapakah yang memberi syafaat kepada umatnya?”

Neraka pula berseru: “Wahai Tuhanku... Penguasaku dan Penghuluku! Selamatkanlah Muhammad dan umatnya dari seksaannya! Selamatkanlah mereka dari kepanasanku, bara apiku, penyeksaanku dan azabku! Sesungguhnya mereka adalah umat yang lemah. Mereka tidak akan sabar dengan penyeksaan.”

Malaikat Zabaniah menolaknya sehingga terdampar di kiri Arsy. Neraka sujud di hadapan Tuhannya.

Allah Taala berfirman: “Di mana matahari?” Maka, matahari dibawa mengadap Allah Taala. Ia berhenti di hadapan Allah Taala.

Allah Taala berfirman kepadanya: “Kamu! Kamu telah memerintahkan hambaKu untuk sujud kepada kamu?”

Matahari menjawab. “Tuhanku! Maha Suci diriMu! Bagaimana aku harus memerintahkan mereka berbuat demikian sedangkan aku adalah hamba yang halus?”

Allah Taala berfirman: “Aku percaya!”

Allah Taala telah menambahkan cahaya dan kepanasannya sebanyak 70 kali ganda. Ia telah dihampirkan dengan kepala makhluk.”

Ibnu Abbas r.h. berkata: “Peluh manusia bertiti dan sehingga mereka berenang di dalamnya. Otak-otak kepala mereka menggeleggak seperti periuk yang sedang panas. Perut mereka menjadi seperti jalan yang sempit.

Air mata mengalir seperti air mengalir. Suara ratap umat-umat manusia semakin kuat.

Nabi Muhammad SAW lebih-lebih lagi sedih. Air matanya telah hilang dan kering dari pipinya. Sekali, baginda SAW sujud di hadapan Arsy dan sekali lagi, baginda SAW rukuk untuk memberi syafaat bagi umatnya.

Para Nabi melihat keluh kesah dan tangisannya. Mereka berkata: “Maha Suci Allah! Hamba yang paling dimuliakan Allah Taala ini begitu mengambil berat, hal keadaan umatnya.

Daripada Thabit Al-Bani, daripada Usman Am Nahari berkata: “Pada suatu hari Nabi SAW menemui Fatimah Az-Zahara’ r.h. Baginda SAW dapati, dia sedang menangis.”

Baginda SAW bersabda: “Permata hatiku! Apa yang menyebabkan dirimu menangis?”

Fatimah menjawab: “Aku teringat akan firman Allah Taala.”

“Dan, kami akan mehimpunkan, maka Kami tidak akan mengkhianati walau seorang daripada mereka.”
Lalu Nabi SAW pun menangis. Baginda SAW bersabda: “Wahai permata hatiku! Sesungguhnya, aku teringat akan hari yang terlalu dahsyat. Umatku telah dikumpulkan pada hari kiamat dikelilingi dengan perasaan dahaga dan telanjang. Mereka memikul dosa mereka di atas belakang mereka. Air mata mereka mengalir di pipi.”

Fatimah r.h. berkata: “Wahai bapaku! Apakah wanita tidak merasa malu terhadap lelaki?”

Baginda SAW menjawab: “Wahai Fatimah! Sesungguhnya, hari itu, setiap orang akan sibuk dengan untung nasib dirinya. Adapun aku telah mendengar Firman Allah Taala:Bagi setiap orang dari mereka, di hari itu atau satu utusan yang melalaikan dia.

( Abasa: 37)

Fatimah ra. bertanya: “Di mana aku hendak mendapatkanmu di hari kiamat nanti, wahai bapaku?”

Baginda SAW menjawab: “Kamu akan menjumpaiku di sebuah telaga ketika aku sedang memberi minum umatku.”

Fatimah r.h. bertanya lagi: “Sekiranya aku dapati kamu tiada di telaga?”

Baginda SAW bersabda: “Kamu akan menjumpaiku di atas Sirat sambil dikelilingi para Nabi. Aku akan menyeru: “Tuhan Kesejahteraan! Tuhan Kesejahteraan! Para malaikat akan menyambut: “Aamiin.”

Ketika itu juga, terdengar seruan dari arah Allah Taala lalu berfirman: “Nescaya akan mengikuti kata-katanya pada apa yang kamu sembah.”

Setiap umat akan berkumpul dengan sesuatu yang mereka sembah. Ketika itu juga, neraka Jahanam melebarkan tengkuknya lalu menangkap mereka sebagaimana burung mematuk kacang.

Apabila seruan dari tengah Arsy kedengaran, maka manusia yang menyembahNya datang beriring. Sebahagian daripada orang yang berdiri di situ berkata: “Kami adalah umat Muhammad SAW!”

Allah Taala berfirman kepada mereka: “Mengapa kamu tidak mengikuti orang yang kamu sembah?”

Mereka berkata: “Kami tidak menyembah melainkan Tuhan Kami. Dan, kami tidak menyembah selainNya.”

Mereka ditanya lagi: “Kami mengenali Tuhan kamu?”

Mereka menjawab: “Maha Suci diriNya! Tiada yang kami kenali selainNya.”

Apabila ahli neraka dimasukkan ke dalamnya untuk diazab, umat Muhammad SAW mendengar bunyi pukulan dan jeritan penghuni neraka. Lalu malaikat Zabaniah mencela mereka. Mereka berkata: “Marilah kita pergi meminta syafaat kepada Muhammad SAW!”

Manusia berpecah kepada tiga kumpulan.
1. Kumpulan orang tua yang menjerit-jerit.
2. Kumpulan pemuda.
3. Wanita yang bersendirian mengelilingi mimbar-mimbar.

Mimbar para Nabi didirikan di atas kawasan lapang ketika kiamat. Mereka semua berminat terhadap mimbar Nabi Muhammad SAW. Mimbar Nabi Muhammad SAW terletak berhampiran dengan tempat berlaku kiamat. Ia juga merupakan mimbar yang paling baik, besar dan cantik. Nabi adam as dan isterinya Hawa berada di bawah mimbar Nabi SAW.

Hawa melihat ke arah mereka lalu berkata: “Wahai Adam! Ramai dari zuriatmu dari umat Muhammad SAW serta cantik wajah mereka. Mereka menyeru: “Di mana Muhammad?”

Mereka berkata: “Kami adalah umat Muhammad SAW. Semua umat telah mengiringi apa yang mereka sembah. Hanya tinggal kami sahaja. Matahari di atas kepala kami. Ia telah membakar kami. Neraka pula, cahaya juga telah membakar kami. Timbangan semakin berat. Oleh itu tolonglah kami agar memohon kepada Allah Taala untuk menghisab kami dengan segera! Sama ada kami akan pergi ke syurga atau neraka.”

Nabi Adam as berkata: “Pergilah kamu dariku! Sesungguhnya aku sibuk dengan dosa-dosaku. Aku mendengar firman Allah Taala: Dan dosa Adam terhadap Tuhannya kerana lalai. Mereka pergi berjumpa nabi Nuh as yang telah berumur, umur yang panjang dan sangat sabar. Mereka menghampirinya. Apabila nabi Nuh as melihat mereka, dia berdiri.

Pengikut (umat Nabi Muhammad SAW) berkata: “Wahai datuk kami, Nuh! Tolonglah kami terhadap Tuhan kami agar Dia dapat memisahkan di antara kami dan mengutuskan kami dari ahli syurga ke syurga dan ahli neraka ke neraka.”

Nabi Nuh as berkata: “Sesungguhnya, aku sibuk dengan kesalahanku. Aku pernah mendoakan agar kaumku dimusnahkan. Aku malu dengan Tuhanku. Pergilah kamu berjumpa Ibrahim kekasih Allah Taala! Mintalah kepadanya agar menolong kamu!”

Nabi Ibrahim as berkata: “Sesungguhnya aku pernah berbohong di dalam usiaku sebanyak tiga pembohongan di dalam Islam. Aku takut dengan Tuhanku. Pergilah kamu berjumpa Musa as! Mintalah pertolongan darinya!”

Nabi Musa as berkata: “Aku sibuk dengan kesalahanku. Aku pernah membunuh seorang jiwa tanpa hak. Aku membunuhnya bukan dari kemahuanku sendiri. Aku dapati dia melampaui batas terhadap seorang lelaki Islam. Aku ingin memukulnya. Aku terperanjat kerana menyakitinya lalu menumbuk lelaki tersebut. Ia jatuh lalu mati. Aku takut terhadap tuntutan dosaku. Pergilah kamu berjumpa Isa as!”

Mereka pergi berjumpa nabi Isa a.s. Nabi Isa a.s. berkata: “Sesungguhnya Allah Taala telah melaknat orang-orang Kristian. Mereka telah mengambil aku, ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah Taala. Hari ini, aku malu untuk bertanya kepadaNya mengenai ibuku Mariam.”

Mariam, Asiah, Khadijah dan Fatimah Az-Zahra’ sedang duduk. Ketika Mariam melihat umat Nabi Muhammad SAW dia berkata: “Ini umat Nabi Muhammad SAW. Mereka telah sesat dari Nabi mereka.”

Suara Mariam, telah didengari oleh Nabi Muhammad SAW Nabi Adam a.s. berkata kepada nabi Muhammad SAW. “Ini umatmu, wahai Muhammad! Mereka berkeliling mencarimu untuk meminta syafaat kepada Allah Taala.”

Nabi Muhammad SAW menjerit dari atas mimbar lalu bersabda: “Marilah kepadaku, wahai umatku! Wahai sesiapa yang beriman dan tidak melihatku. Aku tidak pernah lari dari kamu melainkan aku sentiasa memohon kepada Allah Taala untukmu!”

Umat Nabi Muhammad SAW berkumpul di sisinya.

Terdengar suara seruan: “Wahai Adam! Ke marilah kepada Tuhanmu!” Nabi Adam as berkata: “Wahai Muhammad! Tuhanku telah memanggilku. Moga-moga Dia akan meminta kepadaku.”

Nabi Adam as pergi menemui Allah Taala. Allah Taala berfirman kepadanya: “Wahai Adam! Bangunlah dan hantarkan anak-anakmu ke neraka!”

Nabi Adam as bertanya: “Berapa ramai untukku kirimkan?”

Allah Taala berfirman: Setiap seribu lelaki kamu hantarkan seorang ke syurga, 999 orang ke neraka.”

Allah Taala berfirman lagi:
“Wahai Adam! Sekiranya Aku tidak melaknat orang yang berdusta dan Aku haramkan pembohongan, nescaya Aku akan mengasihi anakmu keseluruhannya. Akan, tetapi, Aku telah janjikan syurga bagi orang yang mentaatiKu Neraka pula bagi orang yang menderhakaiKu Aku tidak akan memungkiri janji Wahai Adam! Berhentilah di sisi Mizan (timbangan). Sesiapa yang mempunyai berat pada kebaikannya daripada dosanya walaupun seberat biji sawi, bawalah dia untuk memasuki syurga tanpa perlu berunding denganKu! Sesungguhnya Aku telah menjadikan bagi mereka, satu kejahatan dengan satu dosa. Manakala satu kebaikan dengan sepuluh pahala agar memberitahu mereka bahawa, sesungguhnya Aku tidak akan memasukkan mereka ke dalam neraka melainkan setiap yang kembali akan dikembalikan dengan dosa bagi orang yang melampaui batas.”

Nabi Adam as berkata: “Tuhanku! Penguasaku! Engkau lebih utama bagi menghisab berbanding aku. Hamba itu adalah hambaMu dan Engkau Maha Mengetahui sesuatu yang ghaib!”

Monday, April 11

RASULULLAH DI HARI KEBANGKITAN [ PART 1 ]

1) RASULULLAH MENANGIS DI PADANG MAHSYAR

Dari Usman bin Affan bin Dahaak bin Muzahim daripada Abbas ra, bapa saudara Rasulullah SAW dari Rasulullah SAW telah bersabda, yang bermaksud:
“Aku adalah orang (manusia) yang paling awal dibangkitkan dari kubur (bumi) pada hari kiamat yang tiada kebanggaan. Bagiku ada syafaat pada hari kiamat yang tiada kemegahan. Bendera pujian di tanganku dan nabi-nabi keseluruhannya berada di bawah benderaku. Umatku adalah umat yang terbaik. Mereka adalah umat yang pertama dihisab sebelum umat yang lain. Ketika mereka bangkit dari kubur, mereka akan mengibas (membuang) tanah yang ada di atas kepala mereka. Mereka semua akan berkata: “Kami bersaksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan kami bersaksi bahawa Muhammad itu Rasulullah. Inilah yang telah dijanjikan oleh Allah Taala serta dibenarkan oleh para rasul.” Ibnu Abbas ra berkata: “Orang yang pertama dibangkitkan dari kubur di hari kiamat ialah Muhammad SAW. Jibril as akan datang kepadanya bersama seekor Buraq. Israfil pula datang dengan membawa bersama bendera dan mahkota. Izrail pula datang dengan membawa bersamanya pakaian-pakaian syurga.”

Jibril as akan menyeru: “Wahai dunia! Di mana kubur Muhammad SAW?”

Bumi akan berkata: “Sesungguhnya, Tuhanku telah menjadikan aku hancur. Telah hilang segala lingkaran, tanda dan gunung-ganangku. Aku tidak tahu dimana kubur Muhammad SAW.”

Rasulullah SAW bersabda: “Lalu diangkatkan tiang-tiang dari cahaya dari kubur Nabi Muhammad SAW ke awan langit. Maka, empat malaikat berada di atas kubur.”

Israfil bersuara: “Wahai roh yang baik! Kembalilah ke tubuh yang baik!”

Maka, kubur terbelah dua. Pada seruan yang kedua pula, kubur mula terbongkar. Pada seruan yang ketiga, ketika Rasulullah SAW berdiri, baginda SAW telah membuang tanah di atas kepala dan janggut baginda SAW. Baginda SAW melihat kanan dan kiri. Baginda SAW dapati, tiada lagi bangunan. Baginda SAW menangis sehingga mengalir air matanya ke pipi.

Jibril as berkata kepadanya: “Bangun wahai Muhammad! Sesungguhnya kamu di sisi Allah Taala di tempat yang luas.”

Baginda SAW bertanya, “Kekasihku Jibril! Hari apakah ini?”

Jibril as menjawab: “Wahai Muhammad! Janganlah kamu takut! Inilah hari kiamat. Inilah hari kerugian dan penyesalan. Inilah hari pembentangan Allah Taala.”

Baginda SAW bersabda: “Kekasihku Jibril! Gembirakanlah aku!”

Jibril as berkata: “Apakah yang kamu lihat di hadapanmu?”

Baginda SAW bersabda: “Bukan seperti itu pertanyaanku.”

Jibril as berkata: “Adakah kamu tidak melihat bendera kepujian yang terpacak di atasmu?”

Baginda SAW bersabda: “Bukan itu maksud pertanyaanku. Aku bertanya kepadamu akan umatku. Di mana perjanjian mereka?”

Jibril as berkata: “Demi keagungan Tuhanku! Tidak akan terbongkar oleh bumi daripada manusia, sebelummu?”

Baginda SAW bersabda: “Nescaya akan, kuatlah pertolongan pada hari ini. Aku akan mensyafaatkan umatku.”

Jibril as berkata kepada baginda SAW: “Tungganglah Buraq ini wahai Muhammad SAW dan pergilah ke hadapan Tuhanmu!”

Jibril as datang bersama Buraq ke arah Nabi Muhammad SAW. Buraq cuba meronta-ronta. Jibril as berkata kepadanya: “Wahai Buraq! Adakah kamu tidak malu dengan makhluk yang paling baik dicipta oleh Allah Taala? Sudahkah Allah Taala perintahkan kepadamu agar mentaatinya?”

Buraq berkata: “Aku tahu semua itu. Akan tetapi, aku ingin dia mensyafaatiku agar memasuki syurga sebelum dia menunggangku. Sesungguhnya, Allah Taala akan datang pada hari ini di dalam keadaan marah. Keadaan yang belum pernah terjadi sebelum ini.”

Baginda SAW bersabda kepada Buraq: “Ya! Sekiranya kamu berhajatkan syafaatku, nescaya aku memberi syafaat kepadamu.”

Setelah berpuas hati, Buraq membenarkan baginda SAW menunggangnya lalu dia melangkah. Setiap langkahan Buraq sejauh pandangan mata. Apabila Nabi Muhammad SAW berada di Baitul Maqdis di atas bumi dari perak yang putih, malaikat Israfil as menyeru: “Wahai tubuh-tubuh yang telah hancur, tulang-tulang yang telah reput, rambut-rambut yang bertaburan dan urat-urat yang terputus-putus! Bangkitlah kamu dari perut burung, dari perut binatang buas, dari dasar laut dan dari perut bumi ke perhimpunan Tuhan yang Maha Perkasa.

Roh-roh telah diletakkan di dalam tanduk atau sangkakala. Di dalamnya ada beberapa tingkat dengan bilangan roh makhluk. Setiap roh, akan didudukkan berada di dalam tingkat. Langit di atas bumi akan menurunkan hujan dari lautan kehidupan akan air yang sangat pekat seperti air mani lelaki. Daripadanya, terbinalah tulang-tulang. Urat-urat memanjang. Daging kulit dan bulu akan tumbuh. Sebahagian mereka akan kekal ke atas sebahagian tubuh tanpa roh.

Allah Taala berfirman: “Wahai Israfil! Tiup tanduk atau sangkakala tersebut dan hidupkan mereka dengan izinKu akan penghuni kubur. Sebahagian mereka adalah golongan yang gembira dan suka. Sebahagian dari mereka adalah golongan yang celaka dan derita.”

Malaikat Israfil as menjerit: “Wahai roh-roh yang telah hancur! Kembalilah kamu kepada tubuh-tubuh mu. Bangkitlah kamu untuk dikumpulkan di hadapan Tuhan semesta alam.”

Allah Taala berfirman:
“Demi keagungan dan ketinggianKu! Aku kembalikan setiap roh pada tubuh-tubuhnya!”

Apabila roh-roh mendengar sumpah Allah Taala, roh-roh pun keluar untuk mencari jasad mereka. Maka, kembalilah roh pada jasadnya. Bumi pula terbongkar dan mengeluarkan jasad-jasad mereka. Apabila semuanya sedia, masing-masing melihat.

Nabi SAW duduk di padang pasir Baitul Maqdis, melihat makhluk-makhluk. Mereka berdiri seperti belalang yang berterbangan. 70 umat berdiri. Umat Nabi Muhammad SAW merupakan satu umat (kumpulan). Nabi SAW berhenti memperhatikan ke arah mereka. Mereka seperti gelombang lautan.

Jibril as menyeru: “Wahai sekalian makhluk, datanglah kamu semua ke tempat perhimpunan yang telah disediakan oleh Allah Taala.”

Umat-umat datang di dalam keadaan satu-satu kumpulan. Setiap kali Nabi Muhammad SAW berjumpa satu umat, baginda SAW akan bertanya: “Di mana umatku?”

Jibril as berkata: “Wahai Muhammad! Umatmu adalah umat yang terakhir.”

Apabila nabi Isa as datang, Jibril as menyeru: Tempatmu!” Maka nabi Isa as dan Jibril as menangis.

Nabi Muhammad SAW berkata: “Mengapa kamu berdua menangis.”

Jibril as berkata: “Bagaimana keadaan umatmu, Muhammad?”

Nabi Muhammad bertanya: “Di mana umatku?”

Jibril as berkata: “Mereka semua telah datang. Mereka berjalan lambat dan perlahan.”

Apabila mendengar cerita demikian, Nabi Muhammad SAW menangis lalu bertanya: “Wahai Jibril! Bagaimana keadaan umatku yang berbuat dosa?”

Jibril as berkata: “Lihatlah mereka wahai Muhammad SAW!”

Apabila Nabi Muhammad SAW melihat mereka, mereka gembira dan mengucapkan selawat kepada baginda SAW dengan apa yang telah Allah Taala muliakannya. Mereka gembira kerana dapat bertemu dengan baginda SAW. Baginda SAW juga gembira terhadap mereka. Nabi Muhammad SAW bertemu umatnya yang berdosa. Mereka menangis serta memikul beban di atas belakang mereka sambil menyeru: “Wahai Muhammad!”

Air mata mereka mengalir di pipi. Orang-orang zalim memikul kezaliman mereka. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Wahai umatku.” Mereka berkumpul di sisinya. Umat-umatnya menangis.

Ketika mereka di dalam keadaan demikian, terdengar dari arah Allah Taala seruan yang menyeru: “Di mana Jibril?”
Jibril as berkata: “Jibril di hadapan Allah, Tuhan semesta alam.”

Allah Taala berfirman di dalam keadaan Dia amat mengetahui sesuatu yang tersembunyi: “Di mana umat Muhammad SAW?”

Jibril as berkata: “Mereka adalah sebaik umat.”

Allah Taala berfirman: “Wahai Jibril! Katakanlah kepada kekasihKu Muhammad SAW bahawa umatnya akan datang untuk ditayangkan di hadapanKu.”

Jibril as kembali di dalam keadaan menangis lalu berkata: “Wahai Muhammad! Umatmu telah datang untuk ditayangkan kepada Allah Taala.”

Nabi Muhammad SAW berpaling ke arah umatnya lalu berkata: “Sesungguhnya kamu telah dipanggil untuk dihadapkan kepada Allah Taala.”

Orang-orang yang berdosa menangis kerana terkejut dan takut akan azab Allah Taala. Nabi Muhammad SAW memimpin mereka sebagaimana pengembala memimpin ternakannya menuju di hadapan Allah Taala. Allah Taala berfirman: “Wahai hambaKu! Dengarkanlah kamu baik-baik kepadaKu tuduhan apa-apa yang telah diperdengarkan bagi kamu dan kamu semua melakukan dosa!”

Hamba-hamba Allah Taala terdiam. Allah Taala berfirman: “Hari ini, Kami akan membalas setiap jiwa dengan apa yang telah mereka usahakan. Hari ini, Aku akan memuliakan sesiapa yang mentaatiKu. Dan, Aku akan mengazab sesiapa yang menderhaka terhadapKu. Wahai Jibril! Pergi ke arah Malik, penjaga neraka! Katakanlah kepadanya, bawakan Jahanam!”

Jibril pergi berjumpa Malik, penjaga neraka lalu berkata: “Wahai Malik! Allah Taala telah memerintahkanmu agar membawa Jahanam.”

Malik bertanya: “Apakah hari ini?”

Jibril menjawab: “Hari ini adalah hari kiamat. Hari yang telah ditetapkan untuk membalas setiap jiwa dengan apa yang telah mereka usahakan.”

Malik berkata: “Wahai Jibril! Adakah Allah Taala telah mengumpulkan makhluk?”

Jibril menjawab: “Ya!”

Malik bertanya: “Di mana Muhammad dan umatnya?”

Jibril berkata: “Di hadapan Allah Taala!”

Malik bertanya lagi: “Bagaimana mereka mampu menahan kesabaran terhadap kepanasan nyalaan Jahanam apabila mereka melintasinya sedangkan mereka semua adalah umat yang lemah?”

Jibril berkata: “Aku tidak tahu!”

Malik menjerit ke arah neraka dengan sekali jeritan yang menggerunkan. Neraka berdiri di atas tiang-tiangnya. Neraka mempunyai tiang-tiang yang keras, kuat dan panjang. Api dinyalakan sehingga tiada kekal mata seorang dari makhluk melainkan bercucuran air mata mereka (semuanya menangis).

alt